Masa Covid ini mungkin bisa jadi waktu bagi kita memaksa diri mau memulai membangun kemandirian sbg bangsa. Banyak negara yg terkecoh masuk ke era digital lalu melupakan kemampuan produksi pertanian dan kemampuan manufaktur (industri olahan dan rekayasa). Akibatnya sekalipun digital econony-nya maju tp ternyata barang2 yg ditransaksikan justru produk2 impor. Ini yg terjadi dg bukalapak, shopee, lazada, tokopedia, dll.
Lalu nanti (naudzu billah) jika terjadi krisis, kita tdk punya lagi kemampuan impor produk2 dr LN, rakyat hrs memproduksi sendiri, tp rakyat gagap krn sdh sekian lama tdk memiliki kemampuan produksi, bahkan untuk sekedar nanam cabe. Ini benar2 terjadi bbrp tahun lalu di Venezuela dimana inflasi 6.000 %. Beli roti hrs bawa uang ber-koper2. Sembako langka (kalau gak salah diembargo oleh Amerika), ngantri bisa bbrp hari. Rakyat dihimbau nanam sayur2an sendiri, tp tdk bisa melakukannya krn selama ini terbiasa dpt subsidi dan beli sembako impor.
Kita jg sering dipermmainkan oleh trader Singapura, misalnya untuk harga cabe yg bbrp kali harganya di atas 100 rb per kg. Bayangkan: CABE. Padahal kalau tiap rumah tangga punya 1 pohon cabe (pot atau tanah) saja sdh cukup bg keluarga tsb. Tdk ada yg bisa mainkan harga cabe.
Apalagi sekarang dg teknologi hydroponik yg makin canggih, nanam sayuran bukan hal yg sulit. Coba kalau masing2 keluarga (misal 10 keluarga) nanam sayur yg berbeda, saat panen bisa barter hasil panen. Insyaallah tdk akan ada trader yg mainkan harga sayuran. Dan ini akan jd kemampuan produksi yg luar biasa bg kita di saat ada krisis, seperti wabah atau embargo.
Semoga kita bisa memulai dari diri dan keluarga kita masing2.
Dr. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc.